Jejak Aussie di Tanah Borneo

Jejak Aussie di Tanah Borneo

Perintah Jakarta! Dalam sebuah pertempuran sengit, pasukan Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) berhasil melumpuhkan seorang anggota pasukan elite Australia, SAS (Special Air Service), di perbatasan Kalimantan Timur.

Dari mana tahunya bahwa itu tentara SAS? Mudah saja, dari postur dan warna kulit yang bule dan warna bola matanya, termasuk kalung identitas di lehernya. Tentu, berbeda jika yang tewas itu tentara Malaysia karena tidak ada perbedaan dengan postur orang Indonesia.

Namun, tiba-tiba ada perintah dari Jakarta. Pemerintah Indonesia meminta tawanan itu dikirim ke Jakarta. Apa hubungannya Jakarta dengan pasukan TNKU? Siapa mereka?

Rupanya, TNKU adalah pasukan elite TNI yang menyamar sebagai sukarelawan. Mereka sedang menjalani misi rahasia. Pasukan elite TNI yang mengaku sebagai sukarelawan itu berasal dari Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), Pasukan Raiders Angkatan Darat, Korps Komando Angkatan Laut (KKO), dan Pasukan Gerak Tjepat Angkatan Udara (PGT). Mereka juga dibantu oleh Resimen Pelopor (Menpor) Kepolisian.

"Semua identitas prajurit disembunyikan. Jika tertangkap atau ditawan, yang bersangkutan tidak boleh membuka identitasnya. Pemerintah Indonesia pun tidak akan mengakui keberadaannya," kata seorang pensiunan bintara tinggi Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang dulu bernama RPKAD itu, beberapa waktu lalu, di kediamannya, Cijantung.

Sukarelawan ini dianggap seperti mayat hidup  Bertugas menyusup ke perbatasan untuk menyerang patroli askar (tentara) Malaysia. Bekal logistiknya hanya untuk sekali jalan sampai perbatasan. Sedangkan, bekal untuk menyusup tidak ada. Mereka diperintahkan masuk sampai sekitar 10 kilometer dari tugu perbatasas Kalimantan, Indonesia.

Perintah untuk mengirimkan mayat tentara Australia itu sebenarnya hanya untuk bukti bahwa Inggris dan sekutunya terlibat dalam konflik bersenjata di Kalimantan, membantu Malaysia. Sekutu Inggris yang dimaksud adalah Australia dan Selandia Baru. Jadi, terbukti bahwa Indonesia dikeroyok empat negara.

Sayangnya, prajurit SAS itu keburu meninggal sebelum dibawa ke Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di tempat. Sementara, senjata dan kalung tanda pengenalnya dikirim ke Jakarta untuk menjadi bukti.

Konflik itu berakhir pada pertengahan 1966, bersamaan dengan melemahnya kepemimpinan Presiden Sukarno. Sementara, Letnan Jenderal Soeharto yang menjadi 'penguasa' militer, khususnya Angkatan Darat, tidak berniat meneruskan konflik dengan Malaysia. Ia justru mengirimkan utusan rahasia untuk mengakhiri konflik bersenjata tersebut.

Laporan tak resmi, sekitar 200 anggota pasukan gabungan sekutu Inggris tewas di Kalimantan. Sementara dari pihak ABRI, jumlahnya diperkirakan dua kali lipat lebih banyak. Bukan hanya pasukan Indonesia yang berhasil menyusup sampai berkilometer ke wilayah Malaysia. Pasukan gabungan Inggris itu pun berhasil menyusup sampai berkilometer ke wilayah Indonesia.

Kolonialisme Inggris

Operasi rahasia kedua belah pihak, akhirnya bukan menjadi rahasia lagi. Semuanya sudah terbuka setelah lebih dari 30 tahun peristiwa pertempuran tersebut. Pada Maret 2010, misalnya.  Pemerintah Australia akhirnya mengakui bahwa jenazah yang dimakamkan warga Kalimantan, Indonesia, pada 1965-1966 adalah dua anggota pasukan SAS.

Keduanya adalah Prajurit Robert Moncrieff dan Letnan Hudson yang tewas saat operasi Claret, 1966. Mereka diketahui dari kesatuan Skuadron 2 Resimen SAS. Awalnya, Australia akhirnya membuka rahasia soal Operasi Claret, pada 1996, atau 30 tahun setelah operasi rahasia ini digelar di belantara Kalimantan.

Saat itu, tentara Malaysia memang tidak ada apa-apanya saat melawan tentara Indonesia. Kalah dalam pengalaman dan mental bertempur. Sebab, sebagian  sukarelawan Indonesia itu adalah veteran perang di Irian Barat menghadapi tentara Belanda di hutan belantara, rawa-rawa, sungai-sungai, dan perbukitan.

Pasukan Malaysia yang kerepotan menghadapi tentara Indonesia, kemudian meminta bantuan dari Inggris. Tak tanggung-tanggung, Inggris mengirim pasukan elite SAS dan Resimen Gurkha. Turut serta pula negara-negara persemakmuran; Australia dan Selandia Baru, yang mengirimkan pasukan elitenya.

Itulah salah satu episode pertempuran dalam peristiwa Dwikora atau konfrontasi Indonesia– Malaysia. Peristiwa ini terjadi karena Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan (Brunei, Sabah, Sarawak) dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Federasi Malaysia.

Rencana ini ditentang pemerintahan Indonesia dan Filipina. Presiden Sukarno berpendapat, Malaysia hanya sebuah boneka Inggris. Konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan Asia Tenggara sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.

Filipina juga demikian, merasa dilecehkan Inggris. Mereka membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu. Dengan demikian, penggabungan Sabah menjadi bagian dari Federasi Malaysia sebagai bentuk pelecehan dan mengambil wilayah Filipina.

Filipina hanya bersikap diplomatis terhadap Malaysia. Tidak demikian dengan Presiden Sukarno. Ia mengeluarkan satu kata untuk Malaysia: Ganyang! N berbagai sumber.

Sumber : https://republika.co.id/berita/ojlyd41/jejak-aussie-di-tanah-borneo (Rabu 11 Jan 2017 16:00 WIB)
SHARE WhatsApp

Borneo Terkait

Posting Komentar