Krayan, Kecamatan Terpencil dengan Potensi Wisata dan Alamnya (3)

90 Persen Sembako dari Malaysia, Semen Capai Rp 500 Ribu per Sak

IRING-IRINGAN kendaraan roda dua tampak belepotan lumpur, turun dari bukit terjal dengan muatan yang cukup berat, melebihi ketentuan yang diperkenankan. Dari jauh kelihatan seperti motor Suzuki Satria, tapi jika diperhatikan lebih dekat tidak hanya jenis itu, motor dua tak lainnya juga banyak dimodivikasi, kopongan, tak ada spion, ban lapangan, mono shock.

Ada jeriken besar di kanan dan kiri, karung berisi karpet, tabung gas dan barang bawaan lain yang menyesakkan pemandunya.

Usut punya usut, ternyata mereka adalah tukang ojek. Bedanya, kalau di kota, tukang ojek memuat penumpang. Sedangkan ojek perbatasan, tugas utamanya hanyalah sebagai perantara, membawa pesanan barang kebutuhan pokok warga Krayan, dengan upah dan keuntungan yang menjanjikan.

Winarto, warga Long Bawan mengaku baru setahun menjadi tukang ojek perbatasan. Hampir setiap hari ia menjalankan aktivitas dengan motor andalannya, pulang pergi Krayan-Bakelalan.

Keuntungan yang didapat bervariatif. Sehari ia bisa meraup keuntungan Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Ditambah, jika ia membawa barang sendiri, kemudian dijual kepada warga Krayan, keuntungan akan berlipat.

Adanya ojek sungguh bermanfaat, karena kendaraan roda empat sangat jarang bisa tembus hingga ke Bakelalan. Selain jalannya rusak parah, juga terpisah oleh anak sungai dan jembatan seukuran roda dua, tepatnya di pintu gerbang atau gate.

Di gate, tertera pajak atau retribusi yang harus dibayar oleh setiap orang yang ingin sampai ke Bakelalan. Tak terkecuali tukang ojek. Dan setiap roda dua dikenakan retribusi sebesar Rp 12.000 per tripnya. Sedangkan kereta (mobil, Red.) dari Serawak masuk ke Indonesia dikenakan retribusi sebesar RM 25 (Rp 69.250-kurs Rp 2.770 per 1 ringgit), dan kendaraan alat berat RM 50 (Rp 138.500).

Bagaimana dengan nilai barang?

Sebenarnya, nilai barang yang berasal dari Serawak jauh lebih murah dibanding barang kebutuhan pokok dari Indonesia. Hanya saja, karena medan yang dilalui tukang ojek lebih sulit, sehingga harga barang, jika telah sampai dan dijual di Krayan sedikit lebih mahal jika dibanding di Nunukan. Sebagai contoh, untuk premium Malaysia 1 liter dijual dengan botol, harga termurah Rp 9 ribu.

“Tapi, jika hujan harganya bisa melonjak hingga Rp 50 ribu per liter,” kata Hendrik warga Long Bawan.

Demikian pula sejumlah bahan bangunan, harga normal semen nilainya mencapai Rp 150 hingga Rp 170 ribu, namun jika hujan turun, dan aktivitas lumpuh, harga semen pun “menggila” bisa sampai Rp 400 ribu per sak.

“Pernah juga, harga semen itu dijual hingga Rp 500 ribu, itu jika stok langka,” sebutnya.

Tingginya nilai semen, itu juga yang membuat warga Krayan memutuskan untuk membangun rumahnya dengan kayu, biayanya jauh lebih murah daripada membangun rumah beton.

Nah, untuk peralatan dapur, seperti panci, wajan, sutil, piring atau gelas, harga memang jauh lebih murah. Warga Krayan pun memercayakan kualitas barang produksi Malaysia. Kualitas bagus, harga murah dan lebih mudah di dapat.

“Sebenarnya ada juga barang kebutuhan dari Nunukan maupun Tarakan, jumlahnya sedikit kurang lebih 10 persen. Sebaliknya, 90 persen kebutuhan pokok dipasok dari Malaysia,” kata Yagung, ketua Adat Desa Long Bawan.

Barang dari Indonesia, lanjutnya, seperti biasa, hanya bisa didrop via pesawat terbang. Baik itu melalui Susi Air ataupun Kura-kura.

Via darat, sangat tidak memungkinkan, padahal, Krayan itu posisinya jauh lebih dekat dengan Malinau, sayangnya, jalur darat rute Malinau-Krayan belum tembus. Sebenarnya sudah ada proyek itu, namun karena ada aturan pemanfaatan kawasan hutan lindung, maka kegiatan itu pun urung dilakukan. (bersambung)

Sumber : RadarTarakan (26 April 2010)
SHARE WhatsApp

Borneo Terkait

Posting Komentar